Selasa, 29 Januari 2013

PROPOSAL PENELITIAN FEBBY ERLISANDI





PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS (THINK PAIR SHARE) PADA SISWA KELAS VIII SMPN 2 KAMANG MAGEK


PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur
Pada Mata Kuliah Metodologi Penelitian Perencanaan Pembelajaran Matematika





Oleh:

FEBBY ERLISANDI
2410. 040



dosen Pembimbing:
Imamuddin, M.Pd



PRODI PENDIDIKAN  MATEMATIKA JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
 SJECH M. DJAMIL DJAMBEK
BUKITTINGGI
2013 M/1433 H

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Masalah pendidikan merupakan persoalan yang sangat penting dalam suatu negara. Kualitas pendidikan menjadi tolak ukur perkembangan bangsa dan negara itu. Sejalan dengan hal tersebut perkembangan suatu bangsa hanya dapat dilaksanakan oleh manusia-manusia yang memiliki sumber daya manusia (SDM) yang memadai. Sedangkan SDM hanya dapat diperoleh melalui sistem pendidikan yang bermutu.
Pendidikan adalah suatu aktifitas untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia yang berjalan seumur hidup.[1] Segala bentuk aktivitas, kreatifitas dan potensi-potensi yang dimiliki oleh seseorang dapat dikembangkan melalui sistem pendidikan.
Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat berperan dalam dunia pendidikan. Di sisi lain, banyak ilmu-ilmu lain yang penemuan dan pengembangannya bergantung dari matematika. Sebagai contoh banyak teori dan cabang dari fisika, kimia yang ditemukan dan dikembangkan melaui konsep kalkulus, khususnya tentang persamaan diferensial. Teori ekonomi tentang permintaan dan penawaran yang dikembangkan melalui konsep fungsi dan kalkulus tentang persamaan diferensial dan integral. Teori Mendel dalam biologi melalui konsep probabilitas.. Hal ini sesuai dengan pendapat Erman Suherman yang menyatakan matematika tumbuh dan berkembang untuk dirinya sendiri sebagai ilmu, juga untuk melayani kebutuhan pengetahuan dalam pengembangan dan operasionalnya.[2]
Pembelajaran matematika bertujuan untuk meningkatkan penalaran dan daya fikir yang rasional, efektif, logis dalam menghadapi suatu masalah. Penguasaan ilmu matematika dapat mempersiapkan siswa dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam pembelajaran matematika di sekolah masih banyak terdapat kesenjangan-kesenjangan. Sebagian besar peserta didik banyak yang beranggapan matematika merupakan mata pelajaran yang abstrak dan susah dimengerti.
Hal serupa juga dirasakan oleh para siswa di SMPN 2 Kamang Magek. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara peneliti dengan guru bidang studi matematika, diperoleh informasi mengenai proses belajar mengajar matematika siswa, hasil belajar dan tanggapan siswa terhadap pelajaran matematika siswa.
Dalam proses belajar mengajar matematika, masih berpusat pada guru (teacher center). Pembelajaran cenderung dilakukan satu arah. Dalam menyampaikan materi pelajaran yang mendominasi adalah guru sedangkan siswa hanya pasif mendengarkan penjelasan dari guru.
Lebih lanjut guru bidang studi matematika mengatakan bahwa setelah diadakan Ulangan Harian (UH) banyak siswa yang mengikuti remedial. Nilai yang diperoleh siswa banyak yang di bawah Kriteria Kelulusan Minimal (KKM). Salah satunya dapat dilihat dari tabel presentase siswa kelas VIII yang tuntas dalam ujian tengah semester I untuk mata pelajaran matematika pada tahun ajaran 2012-2013.
Tabel 1: Persentase Ketuntasan Nilai Ulangan Harian Matematika Siswa Kelas VIII Semestrer Ganjil Tahun Ajaran 2012/2013
No
Kelas
Jumlah Siswa
Persentase Ketuntasan



Tuntas
Tidak Tuntas
1
VIII 1
28
44.70
55.30
2
VIII 2
27
46.50
53.50
3
VIII 3
25
39.10
60.90
Sumber: Guru Matematika SMPN 2 Kamang Magek

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tidak sampai setengah dari siswa yang tuntas dalam ujian tengah semester I untuk mata pelajaran matematika. Masalah ini terjadi karena banyak siswa yang berpikiran bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang sulit, membosankan dan menakutkan. Materi pelajaran matematika cenderung disajikan dalam bentuk rumus-rumus, soal-soal yang mempunyai banyak simbol sehingga siswa banyak yang tidak mengerti dengan materi pelajaran tersebut.
Guru bidang studi matematika juga memaparkan bahwa dalam proses belajar mengajar matematika masih banyak siswa yang pasif. Interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa dan guru dengan siswa sangat minim sekali. Ketika guru menjelaskan materi pelajaran, siswa banyak yang melamun, melakukan kegiatan lain dan tidak memperhatikan penjelasan dari guru. Jika diadakan tanya jawab dan diskusi hanya sebagian kecil dari siswa yang terlibat aktif.
Melihat fenomena di atas guru bidang studi matematika SMPN 2 Kamang Magek tidak hanya tinggal diam. Agar siswa lebih aktif guru menggunakan metode diskusi kelompok. Tetapi hasilnya hanya sebagian siswa yang terlibat aktif sedangkan yang lainnya hanya mengandalkan temannya yang aktif saja. Setelah diadakan diskusi kelompok, perwakilan dari siswa disuruh oleh guru mengerjakan latihan di depan kelas, namun sebagian besar siswa banyak yang tidak berminat maju ke depan kelas, karena guru tidak ada memberikan penghargaan atau skor bagi siswa yang maju ke depan.
Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), proses pembelajaran menuntut adanya partisipasi aktif dari seluruh siswa. Kegiatan belajar berpusat pada siswa, guru hanya sebagai motivator dan fasilitator. Dalam proses belajar mengajar guru dituntut untuk dapat menciptakan suasana kelas menjadi  lebih hidup dan memotivasi siswa, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.
Pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat dilaksanakan dalam pendidikan sekarang ini, agar tujuan dari KTSP dapat tercapai sebagaimana yang diharapkan. Dalam model pembelajaran ini siswa diberi kesempatan untuk berpikir, menjawab dan saling membantu satu sama lain.
Proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) dapat digambarkan sebagai berikut: langkah pertama guru menjelaskan materi pelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku kemudian guru memberikan latihan kepada siswa berupa soal-soal dan guru meminta siswa menjawab soal-soal latihan tersebut secara berpasang-pasangan. Tahap terakhir guru menyuruh siswa berbagi ke seluruh kelas tentang apa yang telah mereka diskusikan.
Sebagai motivasi bagi siswa, guru memberikan skor atau poin bagi pasangan yang maju ke depan untuk mengerjakan latihan yang diberikan oleh guru, sehingga masing-masing pasangan akan terpacu untuk menjadi yang terbaik diantara pasangan-pasangan lainnya. Dengan demikian dapat dilihat model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) dapat meningkatkan keaktifan, kreatifitas dan motivasi belajar siswa, sehingga hasil belajar siswa akan dapat tercapai dengan maksimal.
Berdasarkan fenomena dan uraian di atas peneliti tertarik untuk mengadakan penelitan dengan judul ”Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think Pair Share) pada Siswa Kelas VIII SMPN 2 Kamang Magek ”.

B.     Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas, identifikasi masalah dalam penulisan ini yaitu:
1.       Matematika merupakan mata pelajaran yang dianggap sulit dan membosankan bagi sebagian besar siswa.
2.      Kurangnya keaktifan siswa dalam belajar dan yang mendominasi adalah guru.
3.      Hasil belajar matematika siswa banyak yang belum mencapai kriteria kelulusan minimal (KKM).
4.      Penguasaan konsep masih kurang.
C.     Batasan Masalah dan Rumusan Masalah
Untuk lebih terarahnya penelitian ini, maka peneliti membatasi masalah pada hasil belajar matematika dan keaktifan siswa dalam belajar matematika. Sehubungan dengan masalah ini digunakan satu model pembelajaran yaitu model Think Pair Share( TPS ).
D.    Rumusan masalah
Rumusan masalah dalam karya ilmiah  ini adalah sebagai berikut:
a.       Apakah hasil belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) lebih baik daripada hasil belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas VIII SMPN 2  Kamang Magek?
b.      Apakah aktivitas siswa dapat meningkat setelah diterapkan  model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) pada siswa kelas VIII SMPN 2 Kamang Magek?

E.     Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan ini adalah:
1.      Untuk mengetahui apakah hasil belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) lebih baik daripada hasil belajar matematika siswa  yang menggunakan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas VIII SMPN 2 Kamang Magek.
2.      Untuk melihat apakah aktifitas siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) dapat meningkat pada siswa kelas VIII SMPN 2 Kamang Magek.

F.     Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.       Sebagai bahan informasi bagi guru matematika mengenai model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share).
2.       Sebagai bahan masukan bagi guru dan calon guru matematika dalam rangka meningkatkan hasil dan kualitas belajar .
3.       Untuk menambah pengalaman dan bekal bagi peneliti dalam mengajar matematika di masa yang akan datang.
G.    Defenisi Operasional
Untuk menghindari kesalah pahaman dalam memahami judul ini, maka peneliti mencoba menjelaskan istilah-istilah yang terdapat dalam judul ini.
Model Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/ tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda.[3]
TPS singkatan dari Think Pair Share atau berpikir-berpasangan-berbagi, adalah jenis pembelajaran kooperatif dengan prosedur yang ditetapkan secara eksplisit dan memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab dan saling membantu satu sama lain.[4] TPS merupakan salah satu model pembelajaran yang dikembangkan dari teori kontrukivisme yang merupakan perpaduan antara belajar secara mandiri dan belajar secara berkelompok.
Hasil belajar siswa merupakan hasil dari proses pembelajaran dalam waktu tertentu berdasarkan evaluasi yang dilakukan berkala, dengan menggunakan teknik tes atau non tes.[5] Hasil belajar yang peneliti maksud dalam penelitian ini adalah nilai akhir yang diperoleh siswa dalam mata pelajaran matematika.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.Kajian Pustaka
1.      Proses Belajar Mengajar Matematika
Proses belajar mengajar merupakan proses kegiatan interaksi anatara dua unsur, yakni siswa sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar. Menurut Sardiman belajar adalah rangkaian kegiatan jiwa raga, psikologi fisik untuk menuju ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif dan psikomotor.[6]
Berdasarkan pengertian di atas tergambar bahwa belajar merupakan proses perkembangan dalam memperoleh pengalaman dan pengetahuan baru yang menghasilkan perubahan individu yang belajar. Perubahan ini tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan melainkan juga dalam bentuk tingkah laku, sikap, pemahaman, keterampilan, kebiasaan, minat dan penyesuaian diri.
Secara umum, belajar bertujuan untuk perkembangan pribadi manusia seutuhnya. Agar proses belajar dapat berjalan dengan baik dan tujuan belajar tercapai, seorang pendidik dituntut untuk profesional dalam mengajar.
Suatu proses belajar mengajar dikatakan baik, bila proses tersebut dapat membangkitkan kegiatan belajar yang efektif. Dalam hal ini seorang guru dapat menjadikan suasana belajar menyenangkan bagi siswa. Lingkungan belajar yang diciptakan gurupun harus kondusif, sehingga siswa tidak bosan dan jenuh dalam belajar.
Agar proses pembelajaran dapat terwujud seperti apa yang diinginkan maka pembelajaran harus lebih ditekankan pada upaya guru untuk mendorong dan memfasilitasi siswa belajar. Dalam pembelajaran siswa diharapkan lebih banyak berperan dalam mengkontruksi pengetahuan bagi dirinya, begitu juga dalam pembelajaran matematika. Menurut Erman Suherman, ”matematika hanyalah sebagai alat untuk berpikir, fokus utama belajar matematika adalah memberdayakan siswa untuk berpikir mengkonstruksi pengetahuan matematika yang pernah ditemukan oleh ahli-ahli sebelumnya.” [7]
Jadi dalam pembelajaran matematika terlihat bahwa siswa lebih banyak berperan untuk membangun pengetahuannya. Guru hanya sebagai motivator dan fasilitator bagi siswa dalam belajar. Agar interaksi siswa dalam pembelajaran matematika dapat tercipta dan siswa dapat mengkontruksi pengetahuan, guru perlu menerapkan model pembelajaran yang tepat. Salah satu model pembelajaran tersebut adalah model pembelajaran kooperatif.
2.      Model Pembelajaran Kooperatif
a.       Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/ tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda.[8] Sistem pengelompokan dalam pembelajaran kooperatif besifat heterogen.
Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan bukan hanya dari guru saja tetapi juga dari siswa lainnya. Siswa akan saling bekerjasama dan saling membantu antar anggota kelompok. Sehingga dalam proses belajar mengajar akan terjadi interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan siswa dengan guru.
b.       Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat saling bekerjasama. Siswa akan terlatih untuk mengemukakan ide atau pendapatnya, menghargai pendapat dan hasil kerja orang lain serta bisa mengungkapkan ketidaksetujuan terhadap ide atau pendapat orang lain.
Pembelajaran kooperatif dikembangkan dengan tujuan sebagai berikut:      
1)      Hasil belajar akademik
      Pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama.
2)      Penerimaan terhadap perbedaan individu
Pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain.
3)      Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan pembelajaran kooperatif ini adalah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi.[9]
c.       Unsur-unsur dalam Pembelajaran  kooperatif
Model pembelajaran kooperatif berbeda dengan metode belajar kelompok biasa. Dalam pembelajaran kooperatif ada unsur-unsur yang perlu dipenuhi. Menurut Anita Lie,”unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif ada lima macam yaitu: saling ketergantungan positif, tanggungjawab perorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok”.[10]
Untuk lebih jelasnya mengenai unsur-unsur pembelajaran kooperatif  ini, akan dijelaskan dengan rinci sebagai berikut:
1)      Saling ketergantungan positif
Keberhasilan suatu pembelajaran sangat bergantung pada usaha masing-masing individu dalam kelompok untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri dan tujuan masing-masing kelompok dapat tercapai dengan baik.
2)      Tanggungjawab perorangan
        Jika tugas dan pola penilaian yang dirancang oleh pengajar berdasarkan model pembelajaran kooperatif, dimana setiap individu harus bekerjasama untuk skor kelompok mereka, maka setiap individu akan merasa bertanggung jawab melakukan yang terbaik. Pengajar yang kreatif dalam model pembelajaran ini bisa membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggungjawabnya sendiri sehingga tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.

3)      Tatap muka
Dalam pembelajaran kooperatif setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka atau berdiskusi. Dalam interaksi ini bisa membuat siswa membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan dan mengisi kekurangan.
4)      Komunikasi antar anggota
Unsur ini menghendaki agar para siswa dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses yang panjang. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan membina perkembangan mental serta emosional peserta didik.
5)      Evaluasi proses kelompok.
Untuk melihat hasil dalam proses pembelajaran perlu diadakan evaluasi. Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi hasil kerja mereka. Hal ini bertujuan agar dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif selanjutnya siswa dapat lebih meningkatkan kerjasama mereka dan mereka termotivasi dalam belajar.
Jadi, terlihat bahwa dalam model pembelajaran kooperatif sangat mengutamakan kerjasama kelompok, masing-masing individu saling tergantung satu satu lain dan akan dapat  memacu aktifitas siswa dalam belajar. Hal yang menarik dalam pembelajaran kooperatif ini adalah adanya dampak dalam proses belajar yaitu meningkatnya prestasi belajar peserta didik, menghargai anggota yang lemah, harga diri, norma akademik, penghargaan terhadap waktu dan suka memberi pertolongan pada orang lain.
d.      Pengelompokan dalam Pembelajaran kooperatif
Dalam pembelajaran kooperatif siswa dibagi dalam kelompok kecil yang terdiri dari 2 sampai 5 orang tiap kelompok dan mereka harus bertanggung jawab terhadap kelompoknya. Menurut Anita Lie, ”jumlah anggota dalam suatu kelompok bervariasi mulai dari 2 sampai 5 orang, menurut kepentingan guru dan kepentingan tugas”.[11]
Untuk mengoptimalkan manfaat pembelajaran kooperatif, keanggotaan dalam kelompok bersifat heterogen.
Pengelompokkan Heterogenitas Berdasarkan Kemampuan Akademis

Langkah I                                Langkah II                              Langkah III
Mengurutkan                           Membentuk                             Membentuk
siswa berdasarkan                   kelompok                                kelompok
kemampuan                             pertama                                   selanjutnya
akademis

1.      Ani            1. Ani                                      1. Ani 
2.      David        2. David                                  2. David
3.                        3.                                             3.
4.                        4.                     Citra    Ani      4.                                
5.                        5.                                             5.                     Yusuf  David
6.                        6.                                             6.
7.                        7.                                             7.
8.                        8.                     Dian    Rini     8.
9.                        9.                                             9.                     Slamet Basuki
10.                    10.                                           10.
11.  Yusuf        11. Yusuf                                11. Yusuf
12.  Citra          12. Citra                                  12. Citra
13.  Rini           13. Rini                                   13. Rini
14.  Basuki       14. Basuki                               14. Basuki
15.                    15.                                           15.
16.                    16.                                           16.
17.                    17.                                           17.
18.                    18.                                           18.
19.                    19.                                           19.
20.                    20.                                           20.
21.                    21.                                           21.
22.                    22.                                           22


 
Tabel 2. Pengelompokkan heterogenitas berdasarkan kemampuan akademis



e.       Prosedur Pembelajaran kooperatif
Menurut Wina Sanjaya prosedur pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:                
1)      Penjelasan materi
          Penjelasan materi diartikan sebagai proses penyampaikan pokok-pokok materi pelajaran siswa belajar dalam kelompok.
2)      Belajar dalam kelompok
   Setelah guru menjelaskan gambaran umum tentang pokok-pokok materi pelajaran, selanjutnya siswa diminta untuk belajar pada kelompoknya masing-masing yang telah dibentuk sebelumnya.
3)      Penilaian
     Dalam pembelajaran kooperatif penilaian dapat dilakukan  dengan tes atau kuis, baik secara individual maupun secara kelompok.
4)      Pengakuan tim
   Pengakuan tim adalah penetapan tim yang dianggap paling menonojol atau tim paling berprestasi untuk kemudian diberi penghargaan dan hadiah.[12]

Dari prosedur di atas terlihat bahwa pada tahapan awal dalam pembelajaran kooperatif guru bertugas menjelaskan materi pelajaran, setelah itu siswa disuruh belajar dalam kelompok dan kemudian guru memberikan evaluasi baik terhadap individu maupun terhadap kelompok. Pada tahap akhir, sebagai motivasi bagi siswa guru memberikan penghargaan bagi kelompok yang berprestasi.

Lebih lanjut Muslimin Ibrahim menyatakan langkah-langkah dalam
                   pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:

            Tabel 3.  Sintaks pembelajaran kooperatif [13]
No
Fase
Peran guru
1.




2.



3.





4.



5.





6.


Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.



Menyajikan informasi.



Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar.



Membimbing kelompok bekerja dan belajar.


Evaluasi





Memberikan penghargaan.
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan.

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka menjalankan tugas mereka.

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik hasil belajar individu maupun hasil belajar kelompok.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif  dapat mendorong siswa untuk bekerjasama dalam menemukan penyelesaian dari suatu masalah. Mereka akan berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Kemudian siswa juga mempelajari keterampilan berkomunikasi dalam memberikan gagasannya. Dengan kata lain, pembelajaran kooperatif  dapat meningkatkan motivasi, kreatifitas  dan hasil belajar siswa.
Pembelajaran kooperatif memiliki tiga landasan teori:
1.      Teorema Ausubel
Menurut ausubel , bahan pelajaran yang dipelajari haruslah “bermakna” (meaning full ).   Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep  – konsep  relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif adalaha suatu fakta.[14]
2.      Teori Piaget
Menurut piaget kegiatan pembelajaran harus melibatkan partisipasi peserta didik, pengetahuan tidak hanya dipindahkan secara verbal, tetapi harus dikonstruksi peserta didik. Sebagai realisasi teori ini, maka dalam pembelajaran haruslah bersifat aktif.[15]
3.      Teori Vigotsky
Vigotsky mengemukakan pembelajaran merupakan suatu perkembanagan pengertian. Ia mengembangkan antara dua pengertian yang didapat dari pengalaman anak seahari – hari. Pengertian ilmiah adalah pengertian yang didapat dari ruang kelas, sedangkan aktifitas sosialnya dikembangkan dalam bentuk kerjasama antara pelajar dengan pelajar lainnya yang lebih mampu dibawah bimbingan guru.
3.      Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think Pair Share)
TPS (Think Pair Share) atau berpikir berpasangan berbagi merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Siswa disuruh berpikir secara individu, berdiskusi memecahkan masalah dan siswa mempresentasikan hasil diskusinya. Pada pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) ini pembentukan kelompok terdiri dari 2 orang dalam suatu kelompok.
TPS digunakan untuk mengajarkan atau untuk mengecek pemahaman siswa terhadap isi tertentu. Guru menciptakan interaksi yang dapat mendorong rasa ingin tahu,ingin mencoba, bersikap mandiri, dan ingi maju. Guru membeika informasi yang mendasar saja sebagai dasar pijakan bagi anak didik dalam mencari dan menemukan sendiri informasi lainnya. Atau guru menjelaskan materi yang mengaitkan dengan pengalaman dan pengetahuan anak sehingga memudahkan mereka menanggapi dan memahami pengalaman yang baru bahkan memuat anak didik mudah memusatkan perhatian.
 Menurut Anita Lie, kelebihan dari kelompok berpasangan adalah:
a.       Meningkatkan partisipasi siswa
b.      Cocok untuk tugas yang sederhana
c.       Lebih banyak kesempatan untuk kontribusi masing-masing anggota kelompok
d.      Interaksi lebih mudah
e.       Lebih mudah dan cepat membentuknya[16]
Langkah-langkah dalam TPS (Think Pair Share) adalah sebagai berikut:
a.       Langkah 1 : Berpikir (Thinking)
      Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran, kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.
b.      Langkah 2 : Berpasangan (Pairing)
      Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanyaan atau berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru memberikan waktu 4-5 menit untuk berpasangan.
c.       Langkah 3 : Berbagi (Sharing)
      Pada tahap terakhir guru meminta pada masing-masing pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Ini efektif dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.[17]
            Model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) dapat diterapkan dalam mata pelajaran matematika. Dalam penelitian ini, tahapan-tahapan yang ditempuh oleh seorang guru adalah sebagai berikut:
a.       Siswa dibagi dalam kelompok yang terdiri dari dua orang (berpasangan). Pembentukan kelompok ini didasarkan pada kemampuan akademik dan memperhatikan jenis kelamin.
b.       Guru menjelaskan materi pelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
c.       Guru memberikan lembaran kerja siswa (LKS).
d.      Siswa diminta mengerjakan soal-soal yang ada pada LKS secara mandiri, kemudian siswa disuruh mendiskusikan hasil pemikirannya dengan pasangannya.
e.       Guru menyuruh perwakilan dari beberapa pasangan untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka di depan kelas.
f.        Guru akan memberikan skor atau poin bagi pasangan yang maju ke depan.
            Melalui model pembelajaran TPS (Think Pair Share) ini, secara kooperatif siswa dapat dengan mudah mengkontruksi sendiri materi yang sedang dibahas. Sehingga diharapkan hasil rumusan dari materi tersebut akan lebih bermakna dalam pikiran mereka.
Dalam model pembelajaran TPS (Think Pair Share) siswa bisa lebih banyak berperan dibandingkan dengan guru. Siswa akan terlatih untuk saling kerjasama dan saling ketergantungan satu sama lainnya. Dengan demikian, hasil pembelajaran yang diperoleh siswa dapat lebih maksimal. Sehingga pelajaran matematika tidak dianggap lagi sebagai mata pelajaran yang paling sulit, paling membosankan, paling menakutkan dan berbagai sebutan negatif lainnya.
4.      Pembelajaran Konvensional
”Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran matematika yang dirancang oleh guru, dengan langkah-langkah tertentu yang memperlakukan siswa sebagai objek dalam belajar”. [18] Dalam pembelajaran ini guru memberikan pengetahuannya pada siswa dengan cara lisan atau ceramah.
Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang sering dilakukan oleh para guru. Pembelajaran ini pada umumnya memiliki kekhasan tertentu, misalnya lebih mengutamakan hafalan daripada pengertian, menekankan kepada keterampilan berhitung, mengutamakan hasil daripada proses, dan pengajaran berpusat pada guru.
Menurut Nasution, ciri ciri pembelajaran konvensional adalah :
1. Tujuan tidak dirumuskan secara spesifik.
2. Kegiatan Instruksional kebanayakan berbentuk ceramah.
3. Partisipasi murid kebanayakan pasif.
4. Kecepatan belajar ditentukan oleh kecepatan guru mengajar.
5. Penguasaan tidak menyeluruh.
6. Keberhasilan siswa dinilai secara subjektif.
Pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan metode ekspositori. Metode ekspositori sama dengan cara mengajar biasa (tradisional) yang dipakai dalam pengajaran matematika. Kegiatan guru yang utama adalah menerangkan pelajaran, memberikan contoh soal dan penyelesaiannya, kemudian memberi soal-soal latihan, dan siswa disuruh mengerjakannya.
Guru biasanya mengajar dengan berpedoman pada buku teks, dengan mengutamakan metode ceramah dan kadang-kadang tanya jawab. Tes atau evaluasi yang bersifat sumatif dengan maksud untuk mengetahui perkembangan jarang dilakukan. Siswa harus mengikuti cara belajar yang dipilih oleh guru, dengan patuh mempelajari urutan yang ditetapkan guru, dan kurang sekali mendapat kesempatan untuk menyatakan pendapat. Banyak ditemukan di lapangan bahwa selama ini pembelajaran matematika didominasi oleh guru melalui metode ceramah dan ekspositorinya.
Disamping itu, dalam pembelajaran konvensional guru jarang mengajar siswa untuk menganalisa secara mendalam tentang suatu konsep dan jarang mendorong siswa untuk menggunakan penalaran logis yang lebih tinggi seperti kemampuan membuktikan atau memperlihatkan suatu konsep.
Dari uraian di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pembelajaran matematika secara konvensional adalah suatu kegiatan belajar mengajar yang selama ini kebanyakan dilakukan oleh guru dimana guru mengajar secara klasikal yang di dalamnya aktivitas guru mendominasi kelas dengan metode ekspositori, dan siswa hanya menerima saja apa-apa yang disampaikan oleh guru, begitupun aktivitas siswa untuk menyampaikan pendapat sangat kurang, sehingga siswa menjadi pasif dalam belajar, dan belajar siswa kurang bermakna karena lebih banyak hafalan.
5.      Lembar Kerja Siswa (LKS)
Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan suatu unit program mengajar kecil yang dapat berupa satu, dua atau lebih lembaran yang berisi ringkasan materi pelajaran dan disajikan dalam bentuk tugas atau soal. Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan perangkat pembelajaran sebagai pelengkap atau sarana pendukung Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Dalam bahan Tim PPPG matematika Yogyakarta, kegunaan Lembar Kerja Siswa adalah:
a.       Merupakan alternatif bagi guru untuk mengarahkan pengajaran atau memperkenalkan suatu kegiatan tertentu (konsep, prinsip, atau skill) sebagai variasi kegiatan pembelajaran.
b.      Menghemat waktu penyajian karena dapat mempercepat proses pengakaran.
c.       Memudahkan penyelesaian tugas perorangan, kelompok atau klasikal, karena siswa dalam menyelesaikan tugas itu sesuai dengan kecepatannya.
d.      Meringankan kerja guru dalam memberi bantuan perorangan atau meremedi terutama untuk mengelola kelas yang besar.
e.       Siswa atau kelompok dapat menggunakan alat bantu itu secara bergiliran dari bahan yang tersedia.
f.       Dapat membangkitkan minat siswa, jika lembar kerja berstruktur itu disusun secara menarik.[19]

Dengan adanya penggunaan LKS dalam proses pembelajaran akan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Penyusunan LKS dalam penelitian ini adalah:
a.       Materi pelajaran disusun berdasarkan silabus mata pelajaran SMPN 2 Kamang Magek.
b.       Tiap satu LKS diperuntukkan untuk satu kali pertemuan.
c.       LKS memuat materi, contoh soal dan soal-soal latihan yang bertujuan untuk menguji pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari.
Dalam model pembelajaran TPS (Think Pair Share), LKS merupakan format yang dipersiapkan untuk menunjang kegiatan pembelajaran yang mencakup kepada cara belajar siswa aktif yang memberikan materi, contoh-contoh soal dan disajikan dalam bentuk tugas dan petanyaan. Penyusunan LKS bertujuan agar siswa dapat dengan mudah memahami materi pelajaran dan soal-soal yang berhubungan dengan materi tersebut.
6.      Aktivitas Belajar
Proses belajar mengajar tidak akan terlepas dari aktivitas, sebab belajar dan mengajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku melalui kegiatan. Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip dasar dalam interaksi belajar mengajar.
Aktivitas siswa di dalam kelas dapat dilihat melalui partisipasi siswa terhadap proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Dalam proses belajar mengajar, aktivitas siswa terlahir karena adanya motivasi dan dorongan. Oleh sebab itu, guru harus berupaya untuk membimbing siswa agar dapat beraktivitas secara maksimal. Aktivitas yang dimaksud adalah aktivitas yang berhubungan dengan proses pembelajaran di kelas. Hal ini bertujuan agar siswa ikut serta dan terlibat aktif dalam pembelajaran.
Aktivitas dapat berupa interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa dan siswa dengan lingkungannya. Berbagai macam aktivitas dapat dilakukan siswa di dalam kelas. Paul B Diedrich dalam Sardiman membagi aktivitas belajar siswa sebagai berikut:
a.       Visual activities, yang termasuk didalamnya misalnya, membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
b.      Oral  activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
c.       Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik pidato.
d.      Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.
e.       Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, diagram.
f.       Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, berternak.
g.      Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.
h.      Emotional activities, seperti misanya, menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.[20]

Dalam proses pembelajaran di kelas, semua aktivitas ini saling mendukung antara satu dengan yang lainnya. Jika siswa aktif dalam pembelajaran maka tujuan pembelajaran akan mudah tercapai.
Dalam penelitian ini, tidak semua aktivitas yang penulis amati. Aktivitas siswa yang akan diperhatikan adalah sebagai berikut:
a.       Listening activities
Hal yang akan diamati antara lain: aktivitas siswa dalam mendengarkan dan  menyimak penjelasan dari guru dan dari teman.
b.       Mental activities
Hal yang akan diamati antara lain: kemampuan siswa dalam mengerjakan soal-soal yang ada di LKS dan soal-soal yang diberikan oleh guru.
c.       Oral activities
Hal yang akan diamati antara lain: keterampilan siswa dalam mendiskusikan jawaban dengan pasangannya dan berdiskusi dengan siswa-siswa yang lain.
d.       Emotional activities
Hal yang akan diamati antara lain: keberanian siswa maju ke depan kelas  untuk mengerjakan latihan di papan tulis dan berbagi dengan seluruh kelas.

7.      Hasil Belajar Matematika
Hasil belajar merupakan suatu prestasi yang ingin dicapai seseorang dalam mengikuti proses belajar mengajar. Seseorang dikatakan telah berhasil dalam proses belajar mengajar apabila telah terjadi perubahan tingkah laku dalam dirinya dan perubahan tersebut terjadi karena latihan dan pengalaman.
”Suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila Tujuan Instruksional Khusus (TIK)-nya dapat tercapai”.[21] Untuk mengetahui tercapai atau tidaknya Tujuan Instruksional Khusus, seorang guru dapat melakukan tes setelah diadakan penyajian materi pelajaran kepada siswa. Tes yang diberikan oleh guru adalah tes yang berhubungan dengan ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yakni: pengetahuan dan ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.
Penilaian ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan inelektual siswa yang meliputi tingkat menghafal verbal, pemahaman, analisis, sintesis dan evaluasi penilaian. Hasil belajar pada ranah kognitif dapat dilihat setelah diberikan tes pada siswa sesuai dengan materi yang telah dipelajari selama pembelajaran berlangsung.
Penilaian pada ranah afektif dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Ranah afektif berhubungan dengan penilaian sikap dan minat siswa terhadap mata pelajaran dan proses pembelajaran.
Pada ranah psikomotor, sistem penilaian bertujuan untuk mengukur hasil belajar siswa yang berkaitan dengan kompetensi melakukan pekerjaan dengan melibatkan anggota badan dan kemampuan yang berkaitan dengan gerak dalam melakukan pekerjaan. Dengan kata lain dalam ranah psikomotor yang dinilai adalah keterampilan siswa dalam proses belajar mengajar.
Petunjuk bahwa suatu proses belajar mengajar dianggap berhasil adalah sebagai berikut:
a.       Daya serap terhadap pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individual maupun secara kelompok.
b.      Prilaku yang digariskan dalam Tujuan Instruksional Khusus telah dicapai oleh siswa, baik secara individual maupun secara kelompok.[22]

Dari uraian di atas terlihat bahwa jika siswa telah mencapai prestasi dengan baik, dimana siswa dapat mengaplikasikan pelajaran yang telah diterimanya dalam kehidupan sehari-hari dan tujuan instruksional umum juga telah dikuasai siswa  maka siswa boleh dikatakan telah berhasil dalam belajar.
                        8.Kerangka Konseptual
Dalam pembelajaran matematika banyak sekali faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa, salah satunya adalah rendahnya aktivitas dan kurangnya minat siswa dalam belajar matematika. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa diantaranya menciptakan suasana belajar yang mendorong siswa terlibat aktif dalam proses belajar. Namun kenyataannya siswa masih pasif dalam belajar dan proses belajar mengajar didominasi oleh guru.
Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think-Pair-Share). Model pembelajaran ini tidak hanya melatih siswa dalam keterampilan akademik dan aktivitas saja, tapi juga dalam hubungan sosial antar sesama peserta didik dan pada akhirnya hal ini akan berpengaruh terhadap hasil belajar siwa.
Pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think-Pair-Share) dicirikan oleh struktur tugas, tujuan dan penghargaan kooperatif. Dengan demikian akan dapat melahirkan sifat ketergantungan positif diantara sesama siswa, penerimaan terhadap perbedaan individu dan mengembangkan sifat kerja sama.
Pada pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think-Pair-Share) aktivitas belajar lebih banyak berpusat pada siswa. Dalam proses diskusi dan kerja kelompok guru hanya berfungsi sebagai fasilitator, motivator, inovator dan mengkoordinir proses pembelajaran. Suasana belajar akan lebih bermakna dan tersimpan lama dalam pikiran siswa. Hal ini akan menjadikan siswa dapat mengkonstruksi ilmu yang dipelajarinya, memupuk minat dan perhatian siswa dalam belajar matematika, sehingga hasil belajar dan aktivitas siswa diharapkan dapat meningkat.
B.    Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dari permasalahan yang terjadi maka hipotesis dari penelitian ini adalah:
HO = Tidak terdapat pengaruh yang lebih baik pada penerapan pembelajaran kooperatif model Think Pair Share (TPS) pada mata pelajaran matematika kelas VIII SMPN 2 Kamang Magek.
H1  = Terdapat pengaruh yang lebih baik pada penerapan pembelajaran model think pair share (TPS)






25
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.Jenis Penelitian
Berdasarkan masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah suatu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel yang lain dalam kondisi terkontrol secara ketat.[23]
Penelitian eksperimen bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan saling hubungan sebab akibat dengan cara mengenakan satu atau lebih kondisi perlakuan atau membandingkan hasilnya dengan satu atau lebih kelompok control yang tidak dikenai kondisi perlakuan.

     B.Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Randomized Control Group Only Design. Dalam penelitian ini beberapa subjek yang diambil dari populasi dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Perlakuan yang diberikan pada eksperimen adalah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) sedangkan pada kelas kontrol menggunakan metode pembelajaran konvensional. Menurut Suryabrata rancangan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4. Rancangan Penelitian

Kelompok
Perlakuan
Test
Kelompok eksperimen
X
T
Kelompok kontrol
-
T
Keterangan:
X = Perlakuan Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think Pair Share)
T  =  Test Akhir[24]
C.    Populasi dan Sampel
1.      Populasi
Populasi adalah objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian. [25] Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMPN 2 Kamang Magek yang terdiri dari tiga kelas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5. Jumlah Siswa Kelas VIII SMPN 2 Kamang Magek Tahun Ajaran 2012-2013.
No
Kelas
Jumlah Siswa
Persentase Ketuntasan



Tuntas
Tidak Tuntas
1
VIII 1
28
44.70
55.30
2
VIII 2
27
46.50
53.50
3
VIII 3
25
39.10
60.90
Sumber: Guru Matematika SMPN 2 Kamang Magek

2.Sampel
Sampel adalah adalah sebagian dari jumlah populasi yang dipilih untuk sumber data.[26] Dalam penelitian ini populasi langsung dijadikan sebagai sampel yang disebut dengan total sampling. Salah satu kelas dijadikan sebagai kelas eksperimen dan satu lagi sebagai kelas kontrol. Cara menentukan kelas eksperimen atau kelas kontrol dilakukan dengan pencabutan lot.

Langkah-langkah dalam menentukan uji normalitas ini yaitu:
1)      Menyusun skor hasil belajar siswa dalam suatu tabel skor, disusun dari yang terkecil sampai yang terbesar.
2)      Mencari skor baku dan skor mentah dengan rumus sebagai berikut:
 

Keterangan :
S = Simpangan Baku               Skor rata-rata
Xi = Skor dari tiap siswa

3) Dengan menggunakan daftar dari distribusi normal baku dihitung peluang
                 
4) Menghitung jumlah proporsi skor baku yang lebih kecil atau sama  yang dinyatakan dengan S() dengan menggunakan rumus :
                                                   
5) Menghitung selisih antara F() dengan S() kemudian tentukan harga mutlaknya.
6) Ambil harga mutlak yang terbesar dan harga mutlak selisih diberi simbol ,  = Maks  F() –S().
7) Kemudian bandingkan   dengan nilai kritis L yang diperoleh dan daftar nilai kritis untuk uji Liliefors pada taraf α yang dipilih, yang ada pada table pada taraf nyata yang dipilih. Hipotesis diterima jika   .
Kriteria pengujiannya :
Jika  <  berarti data sampel berdistribusi normal.
Jika  >  berarti data sampel tidak berdistribusi normal.[27]

a.       Melakukan uji homogenitas variansi dengan uji Bartlett. Uji ini bertujuan untuk melihat apakah populasi mempunyai variansi yang homogen atau tidak.
Hipotesis yang diajukan yakni:
Ho = Keempat populasi mempunyai varians yang sama
H1 = Keempat populasi mempunyai varians yang tidak sama

Untuk menentukan uji homogenitas ini dilakukan dengan beberapa langkah:
1)      Hitung k buah ragam contoh s1, s2, …sk dari contoh-contoh berukuran n1, n2, ...nk dengan
2)      Gabungkan semua ragam contoh sehingga menghasilkan dugaan gabungan:
3)      Dari dugaan gabungan tentukan nilai peubah acak yang mempunyai sebaran Bartlett:

Dengan kriteria pengujian sebagai berikut:
Jika b ≥ bk (a;n) berarti homogen
Jika b < bk (a;n) berati tidak homogen.[28]

b.      Melakukan analisis variansi untuk melihat kesamaan rata-rata populasi. Analisis ini bertujuan untuk melihat apakah populasi mempunyai kesamaan rata-rata atau tidak. Uji ini menggunakan teknik anava satu arah[29] yaitu:
Hipotesis yang diajukan adalah:
Ho :
H1 : 





Langkah-langkah untuk melihat kesamaan rata-rata populasi yaitu:
1)      Tuliskan hipotesis nol Ho bahwa
2)      Pilih hipotesis tandingan H1 yang sesuai dari salah satu
3)      Pilih taraf keberartian berukuran
4)      Pilih uji statistik yang sesuai dan tentukan daerah kritisnya. (Bila keputusan akan didasarkan pada suatu nilai-P maka tidaklah perlu menyatakan daerah kritis)
Uji statistik yang sesuai sebagai dasar patokan keputusan ialah peubah acak . Pembakuan akan memudahkan dan disini menyangkut peubah acak Normal Baku Z, yaitu:
           
5)      Hitunglah nilai uji statistik dari data sampel
6)      Kesimpulan: Tolak H0 bila uji statistik tersebut mempunyai nilai dalam daerah kritis (atau, bila nilsi-P hitungan lebih kecil atau sama dengan taraf keberartian yang ditentukan) sebaliknya, terima H0.

c.       Jika populasi berdistribusi normal, mempunyai variansi yang homogen serta memiliki kasamaan rata-rata, maka diambil sampel dua kelas secara loting dan yang terambil pertama adalah kelas ditetapkan sebagi kelas eksperimen dan kelas yang terambil kedua adalah kelas yang ditetapkan sebagai kelas kontrol. Jika diperoleh populasi tidak berdistribusi normal, atau tidak homogen maka pengambilan sampel yang digunakan yaitu selain random atau acak yaitu salah satunya dengan cara Sampling Bertujuan (Purposive Sampling), yaitu teknik sampling yang digunakan oleh peneliti yang mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu didalam pengambilan sampelnya.


D.Variabel dan Data
1.Variabel
Variabel secara sederhana dapat diartikan ciri dari individu, objek, gejala, peristiwa, yang dapat diukur secara kuantitatif ataupun secara kualitatif.[30]
Variabel dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua kategori yaitu:
a)       Variabel bebas adalah perlakuan berupa pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share).
b)      Varibel terikat adalah hasil belajar siswa pada kedua kelas sampel dalam pembelajaran matematika.
1.      Data
Data adalah sejumlah informasi yang dapat memberikan gambaran tentang suatu keadaan atau masalah, baik berupa angka-angka (golongan) maupun yang berbentuk kategori, seperti: baik, buruk, tinggi, rendah, dan sebagainya.[31]
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a.       Data primer, yaitu data yang langsung diambil dari sampel yang diteliti.
Dalam hal ini yang menjadi data primer adalah data hasil belajar matematika kelas sampel.
b.Data sekunder adalah data yang diperoleh dari orang lain.
Dalam hal ini, data nilai mid ujian matematika siswa kelas VIII SMPN 2 Kamang Magek.   
  E. Prosedur penelitian
Secara umum prosedur penelitian dapat dibagi atas tiga bagian yaitu : 
tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap penyelesaian.
1.        Tahap Persiapan
a.       Menetapkan tempat penelitian, yaitu SMPN 2 Kamang Magek
b.      Mengurus surat izin penelitian
c.       Menentukan kelas sampel
d.      Menyusun instrumen yang akan digunakan untuk penelitian
e.       Memvalidasi instrumen penelitian
f.       Menguji cobakan instrumen
2.    Tahap Pelaksanaan
3.    Tahap akhir
F.Instrumen Penelitian
Berdasarkan masalah yang dikemukakan di atas, maka instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1.      Lembaran Observasi
Untuk melihat aktivitas siswa maka digunakan lembar observasi. Lembar observasi ini akan diisi oleh seorang observer. Lembar observasi disusun berdasarkan aktivitas yang akan dilihat pada penelitian ini. Hal-hal yang akan diperhatikan antara lain:
a)      Listening activities
Hal yang akan diamati antara lain: aktivitas siswa dalam mendengarkan dan menyimak penjelasan dari guru dan dari teman.
b)      Mental activities
Hal yang akan diamati antara lain: kemampuan siswa dalam mengerjakan soal-soal yang ada di LKS dan soal-soal yang diberikan oleh guru.
c)      Oral activities
Hal yang akan diamati antara lain: keterampilan siswa dalam mendiskusikan jawaban dengan pasangannya dan berdiskusi dengan siswa-siswa yang lain.
d)      Emotional activities
Hal yang akan diamati antara lain: keberanian siswa maju ke depan kelas  untuk mengerjakan latihan di papan tulis dan berbagi dengan seluruh kelas.
2.       Tes Hasil Belajar Matematika..
a.      Menyusun Tes
Langkah-langkah dalam menyusun tes adalah sebagai berikut:
1)          Menentukan tujuan mengadakan tes yaitu untuk mendapatkan hasil belajar siswa.
2)         Membuat batasan terhadap bahan pelajaran yang akan diujikan.
3)         Menyusun kisi-kisi tes hasil belajar.
4)         Menuliskan butir-butir soal yang diujikan.
5)         Menyusun butir-butir soal tes yang akan diujikan.
6)         Butir soal yang diujikan dalam bentuk soal essay yang berjumlah 5 soal.
7)         Membuat kuynci jawaban.
b.     Melakukan uji coba tes
c.       Analisis butir soal
Untuk mendapatkan soal yang baik (valid, reliabel) maka dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1)      Validitas Tes
Validitas tes adalah tingkatan ketepatan tes. Suatu tes dikatakan  valid apabila tes tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.
Untuk mengetahui valid atau tidaknya suatu tes dapat dianalisis dengan validitas isi, maksudnya isi tes tersebut telah sesuai dengan kurikulum yang berlaku dan sesuai dengan materi yang diajarkan. Dalam penelitian ini, peneliti menyesuaikan materi pelajaran dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan juga dikonsultasikan dengan guru dan dosen pembimbing.
2)      Indeks Kesukaran
Suatu soal dikatakan baik apabila soal tersebut tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Untuk mencari indeks kesukaran soal digunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan :
Ik   =  Indeks Kesukaran soal
Dt   =  Jumlah skor kelompok tinggi
Dr   =  Jumlah skor kelompok rendah
m   =  Skor setiap soal benar
n    =  27 % x N
N   =  Banyak peserta tes
Kriteria:
Ik  <  27%                    Soal Sulit
27%  Ik  73%        Soal Sedang
Ik > 73 %                     Soal mudah
Setelah dilakukan uji coba soal didapat hasil untuk indeks kesukaran soal sebagai berikut:
Tabel 7. Hasil Indeks Kesukaran Soal Setelah Dilakukan Uji    Coba

No
Ik
Keterangan
1
78,33 %
Mudah
2
47,78 %
Sedang
3
81,11 %
Mudah
4
81,11 %
Mudah
5
48,3 %
Sedang

3)      Daya Pembeda
Analisis daya pembeda mengkaji butir-butir soal dengan tujuan untuk mengetahui kesanggupan soal dalam membedakan siswa yang tergolong mampu (tinggi prestasinya) dengan siswa yang kurang mampu atau lemah prestasinya.[32]
Daya pembeda soal ditentukan dengan mencari indeks pembeda soal. Untuk menghitung daya pembeda soal essay, dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a)       Data diurutkan dari nilai tertinggi sampai terendah.
b)      Kemudian diambil 27% dari kelompok yang mendapat nilai tinggi dan 27% dari kelompok yang mendapat nilai rendah.

c)       Hitung “degress of freedom” (df) dengan rumus:
df = (n-1) + (n-1)
n= n= 27% N = n
d)      Cari indeks pembeda soal dengan rumus :
I=
Keterangan:
I              = Indeks pembeda soal
M             = Rata-rata skor kelompok tinggi
M            = Rata-rata skor kelompok rendah
       = Jumlah kuadrat deviasi skor kelompok tinggi
       = Jumlah kuadrat deviasi skor kelompok rendah
n                 = 27%  N
N            = Banyak peserta tes

Menurut Prawironegoro, ”Suatu soal mempunyai daya pembeda soal yang berarti (signifikan) jika  I hitung  I tabel pada df yang telah ditentukan”[33].
Setelah dilakukan uji coba, didapat daya pembeda soal sebagai berikut:
Tabel 8. Hasil Daya Pembeda Soal Setelah Dilakukan Uji    Coba

No
Ip
Keterangan
1
3,43
Signifikan
2
4,46
Signifikan
3
2,99
Signifikan
4
9,08
Signifikan
5
7,32
Signifikan

4).  Reliabilitas Tes
Untuk menentukan reliabilitas soal digunakan rumus Kuder dan Richardson 20 (K-R 20) yang dikemukakan oleh Arikunto:
r =
Keterangan:
r      = Reliabilitas soal
= Jumlah variansi skor tiap-tiap item
     = Variansi total
n          = Jumlah butir soal
Klasifikasi reliabilitas yaitu:[34]
Tabel 9. Kriteria Reliabilitas Soal

Nilai r
Kriteria
0,90 1,00
Reliabilitas tinggi sekali
0,70 0,89
Reliabilitas tinggi
0,40  0,69
Reliabilitas cukup
0,20  0,39
Reliabilitas rendah
0,00   0,19
Reliabilitas sangat rendah
Nilai r yang diperoleh dibandingkan dengan r. Jika r> r, maka dapat disimpulkan bahwa soal tes reliabel. Setelah dilakukan uji coba soal didapat nilai r= 0,49 dan nilai r= 0,404. Jadi dapat disimpulkan bahwa r> r, sehingga soal adalah reliabel dengan kriteria reliabelitas cukup.
G.Teknik Analisis Data
                        1.Lembar Observasi
Data aktivitas yang diperoleh melalui observasi akan dianalisis dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Sudjana yaitu :
 
Keterangan :
P %  = persentase aktivitas
F   =  Frekuensi aktivitas yang dilakukan
N  =  Jumlah siswa.[35]

Kriteria:
1 % - 25 %                           aktivitas rendah sekali
26 % - 50 %                         aktivitas rendah
51 % - 75 %                         aktivitas banyak
76 % - 100 %                       aktivitas banyak sekali.


2.Tes Hsil Data
Untuk menarik kesimpulan maka dilaksanakan pengujian hipotesis secara statistik. Untuk melakukan uji statistik maka terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas variansi kedua kelompok data.
a.Uji Normalitas
a.       Uji Normalitas
Uji normalitas betujuan untuk mengetahui apakah kedua kelompok data berdistribusi normal atau tidak. Uji ini dilakukan dengan menggunakan uji Liliefors yang dikemukakan oleh Sudjana dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1)      Menyusun skor hasil belajar siswa dalam suatu tabel skor, disusun dari yang terkecil sampai yang terbesar.
2)      Mencari skor baku dan skor mentah dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
S = Simpangan baku
Skor rata-rata
X = Skor dari tiap siswa
3)      Dengan menggunakan daftar dari distribusi normal baku dihitung peluang
4)      Menghitung jumlah proporsi skor baku yang lebih kecil atau sama  yang dinyatakan dengan S() dengan menggunakan rumus :
5)      Menghitung selisih antara F() dengan S() kemudian tentukan harga mutlaknya.
6)      Ambil harga mutlak yang terbesar dan harga mutlak selisih diberi simbol .
7)      Kemudian bandingkan   dengan nilai  Ltabel dengan taraf nyata α = 0.05 jika <  maka data berdistribusi normal. [36]
b.      Uji Homogenitas Variansi
Uji homogenitas bertujuan untuk melihat apakah kedua kelompok data mempunyai variansi homogen atau tidak. Untuk mengujinya digunakan uji F , misalnya kita mempunyai dua populasi normal dengan variansi akan diuji hipotesis :
rumus yang digunakan untuk menguji hipotesi ini adalah :
Keterangan :
Variansi hasil belajar kelompok eksperimen
Variansi belajar kelompok kontrol.
Kriteria pengujian adalah terima hipotesis jika :
Dimana :
Maka dikatakan kedua kelompok data mempunyai variansi yang homogen.[37]
c.       Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk menentukan apakah hasil belajar matematika siswa kelas eksperimen lebih baik dari pada kelas kontrol.
 Dengan hipotesis yaitu, H : = dan H = > dengan merupakan  rata-rata hasil belajar matematika kelas eksperimen dan  merupakan rata-rata hasil belajar matematika kelas kontrol. Maka untuk menguji hipotesis ini digunakan uji-t satu arah dengan bantuan software MINITAB
Berdasarkan uji normalitas dan uji homogenitas variansi ada beberapa rumus untuk menguji hipótesis yaitu:
1)      Jika skor hasil belajar siswa berdistribusi normal dan data berasal dari sampel yang bervariansi homogen, maka rumusnya:
         dan     
Keterangan:
= Skor  rata-rata siswa kelompok eksperimen
= Skor rata-rata siswa kelompok kontrol
S   = Simpangan baku gabungan
 = Jumlah siswa kelompok eksperimen
= Jumlah siswa kelompok kontrol
 = Standar deviasi kelas eksperimen
 = Standar deviasi kelas kontrol
Dengan kriteria pengujian sebagai berikut:
a)      Derajat kebebasan (dk) =
b)      Jika α, maka diterima dan ditolak
Kriteria uji-t dengan MINITAB yaitu tolak jika P<α
2)      Jika populasi berdistribusi normal dan kedua kelompok data tidak mempunyai variansi yang homogen, maka rumusnya:
Kriteria pengujiannya adalah:
diterima jika:
                                 
                        
Dan tolak  jika terjadi sebaliknya.[38]
3)      Jika sampel tidak berdistribusi normal maka digunakan uji U Mann Whitney dengan langkah-langkah sebagai berikut[39]: 
a)      Menentukan nilai  dan dimana  adalah jumlah data cuplikan terkecil diantara dua kelompok cuplikan, sedangkan adalah jumlah data cuplikan terbesar
b)      Buat ranking gabungan dari kedua kelompok tersebut, mulai dari satu sampai N =   +
c)      Hitung nilai U dengan mempergunakan metode perhitungan U dengan menggunakan rumus:
Dimana  adalah jumlah ranking yang diberikan pada kelompok yang ukuran sampelnya  dan  adalah jumlah ranking yang diberikan pada kelompok yang ukuran sampelnya .
d)  Untuk menetapkan kesignifikanan harga U, maka hitung harga Z dengan rumus:
     
      Keterangan:
U = Harga U terkecil
n = Jumlah data cuplikan
 = Jumlah data culikan kelompok terkecil
= Jumlah data cuplikan kelompok terbesar

e) Jika nilai U mempunyai peluang sama atau lebih kecil dari
      Kriteria uji-t dengan MINITAB yaitu tolak jika P<α




DAFTAR PUSTAKA

Arikunto Suharsimi.1999.Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.Jakarta:Bumi Aksara
Djamarah, Syaiful Bahri. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Kencana
Icsan, Sumanto. 1990. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Andi Offset
Isjoni.2010.Cooperative Learning Mengembangkan Pendekatan Belajar Kelompok.Bandung:Alfabet
Ilyas.,Asnelly 2006. Evaluasi Pendidikan.Batusangkar: STAIN Batusangkar Press
Ibrahim,Simajuntak.1993.Metode Mengajar Matematika.Jakarta:Rineka Cipta
Lie,Anita.2005.Cooperative Learning.Jakarta: PT Gramedia Widia Sarana Indonesia
Muslimin. Pembelajaran Kooperatif. 2000. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya
Prawironegoro, Pratiknyo.1985.Evaluasi Hasil Belajar Khusus Analisis Soal Bidang Studi Matematika. Jakarta: Dirjen Dikti P2I. PTK
Ridwan. 2004. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Penelitian. Bandung: Alfabeta
Sanjaya,Wina. 2007. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana
Santoso, Slamet. 2009.Uji Reliabilitas (Online)tersedia: http://ssantoso.blogspot.com/2009/02/materi-ix-uji-reliabilitas.html,
Sardiman. 2007. Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Sudjana, Nana. Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah. 2003.Bandung: Sinar Baru Algensindo
Sudjana. 2005.Metode Statistik. Bandung: Tarsito
Suherman, Erman. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.Bandung:Universitas Pendidikan Indonesia
Sukardi. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Suryabrata, Sumadi. 2003. Metodologi Penelitian.  Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Tim PPPG matematika Yogyakarta. 2003. Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Usman ,Husaini dan Purnomo setiadi akbar. 2008.Pengantar Statistika. Jakarta: PT Bumi Aksara
Zuhairini. 2004.  Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi/pendidikan-matematika/perbedaan-hasil-belajar-matematika-menggunakan-model-pembelajaran-kooperatif-tipe-jigsaw-
2008 by masrifai




  [1] Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004 ), hlm. 49
[2] Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2003), hlm. 25
[3] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 240
[4] Muslimin Ibrahim,  Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, 2000), hlm. 27
[5] Sumanto Icsan, Metodologi Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Andi Offset, 1990), hlm. 66
[6] Sardiman, Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 21
[7]Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2003), hlm. 78
[8] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 240
[9] Muslimin Ibrahim,  Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, 2000), hlm. 7
[10] Anita Lie, Cooperative Learning, (Jakarta: PT Gramedia Widia Sarana Indonesia, 2005), hlm. 31
[11] Anita Lie, Cooperative Learning, (Jakarta: PT Gramedia Widia Sarana Indonesia, 2005), hlm. 45

[12] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 246
[13] Muslimin Ibrahim,  Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, 2000), hlm. 10
[14] Isjono,COPERATIVE….hlm.35
[15] Isjono,COPERATIVE…,hlm.37
[16] Anita Lie, Cooperative Learning, (Jakarta: PT Gramedia Widia Sarana Indonesia, 2005), h. 45
[17] Muslimin Ibrahim, Op.cit,  h. 26
[18]http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi/pendidikan-matematika/perbedaan-hasil-belajar-matematika-menggunakan-model-pembelajaran-kooperatif-tipe-jigsaw-2008 by masrifai
[19] Tim PPPG matematika Yogyakarta, Penelitian Tindakan Kelas, (Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2003), hlm. 16
[20]  Sardiman, Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm.101
[21] Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 105
[22] Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 161

[23] Riduwan, Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Penelitian, (Bandung: Alfabeta, 2004), hlm. 50
[24] Sumadi Suryabrata,  Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h. 104
[25] Riduwan, Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Penelitian, (Bandung: Alfabeta, 2004), hlm. 11

[26] Sukardi , Metodologi  Penelitian Pendidikan,(Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 24
[27] Sudjana, 1996,  Metode Penelitian, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya), hlm. 166
[28] Ronald, E. Walpole. 1993, Pengantar Statistika, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka), hlm. 391 Edisi Ketiga
[29] Ronald E. Walpole dan Raymond H Myers, 1995, Ilmu Peluang dan Statistika untuk Insiyur dan Ilmuan, (Bandung: ITB), hlm. 342 Edisi Keempat
[30] Nana Sudjana, Tuntunan  Penyusunan Karya  Ilmiah, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2003), hlm. 23
[31] Nana Sudjana, Tuntunan  Penyusunan Karya  Ilmiah, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2003), hlm. 19
[32] Asnelly Ilyas, Evaluasi Pendidikan, (Batusangkar: STAIN Batusangkar Press,2006), hlm. 119
[33] Pratiknyo Prawironegoro, Evaluasi Hasil Belajar Khusus Analisis Soal Bidang Studi Matematika, (Jakarta: Dirjen Dikti P2I. PTK, 1985), h. 11

15 Slamet Santoso, 2009, Uji Reliabilitas (Online),tersedia:
[35] Nana Sudjana, Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1995), h. 130
[36] Nana Sudjana, 1996, Metode Penelitian, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya), hlm. 166
[37] Nana Sudjana, 1996, Metode Penelitian, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya), hlm. 349
[38] Nana Sudjana, 1996, Metode Penelitian, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya), hlm. 241
[39] Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, 2008, Pengantar Statistika, (Jakarta: PT. Bumi Aksara), h. 325 Edisi Kedua